Rabu, 21 Mei 2014

CERBUNG

Bunga Mawar Hitam yang Berharga

Bintang,, itulah namanya,, seorang anak laki-laki berumur 12 tahun yang tinggal  di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, daerah terpencil yang jauh dari hiruk pikuk ramainya kota, jalannya tidak beraspal, tidak ada aliran listrik, bahkan tidak ada sinyal telekomunikasi. Kehidupannya bisa dibilang sangat memprihatinkan. Karena keterbatasan ekonomi dan karena faktor tidak adanya sekolah di daerah mereka maka dengan sangat terpaksa dia tidak sekolah. Kedua orang tua nya telah menghadap Rabb-nya. Ayahnya meninggal pada saat dia berumur 4 tahun, dan ibunya meninggal karena sakit saat dia berumur 7 tahun. Dia tidak mempunyai kakak dan juga adik. Setidaknya dia masih sedikit beruntung, dia masih mempunyai seorang paman yang biasa dia panggil paman Bire. Mereka hanya hidup berdua saja. Bisa dibilang paman Bire sudah dia anggap sebagai ayah, ibu, maupun kakak dia sendiri, dia selalu menceritakan apapun yang terjadi pada kehidupan dia setiap harinya. Keluh kesah Bintang selalu diceritakan pada paman tercintanya. Tidak sedikitpun dipikiran paman Bire melihat Bintang sebagai seorang anak yang baru berumur 12 tahun. Dia melihat sosok Bintang sebagai sosok yang dewasa, cara berfikirnya jauh berbeda dari anak yang seumuran dengannya. Dia selalu berusaha keras dalam menjalani hidup ini, dia mempunyai prinsip kuat yaitu, jangan sampai dia menyusahkan orang lain dan pantang untuk dia jika harus meminta-minta. Lebih baik dia tidak makan sekalipun daripada jika harus meminta-minta. Dengan mempertaruhkan jiwa raganya Bintang tetap berusaha melanjutkan hidupnya dengan keadaan dan situasi apapun. Bintang pernah bercerita kepada paman Bire, kalau dia mempunyai mimpi yaitu ingin menjadi seorang BINTANG seperti nama yang diberikan orang tua nya. Bintang yang bukan berarti harus terkenal, bergelimangan harta, mempunyai mobil dan rumah yang mewah, namun bintang yang dia inginkan yaitu bintang yang bisa membangun negeri ini dari kebodohan bangsa Indonesia. Dia selalu berangan-angan di bawah pohon yang rindang dan bergumam di dalam hati
 “ kapan ya aku bisa menggantungkan mimpiku dipuncak pohon ini”.
Namun dengan senyum manisnya dia selalu optimis jika dia tidak hanya akan menggantungkan mimpinya dipohon ini, namun dia akan menerbangkan mimpinya bersama burung garuda yang dapat terbang melenggak-lenggok diangkasa. Dia mencoba memejamkan mata dan mencoba membayangkan mimpi-mimpinya itu. Bintang ingin membuktikan kepada orang tuanya yang sudah tidur tenang di alam sana, jika seorang anak yang kehidupannya sangat memprihatinkan ini pasti bisa membangun negri ini jauh lebih baik. Tidak heran jika untuk mewujudkan mimpinya itu, dia selalu berharap agar dia bisa mencicipi bangku sekolah. Setidaknya dia ingin mengetahui bagaimana proses belajar mengajar dalam sekolah.
Belakangan ini, pamannya sering sekali sakit-sakitan. Dengan harapan penuh,Bintang berharap dan selalu berharap semoga pamannya bisa sehat kembali dan bisa bercanda gurau kembali. Dia tidak ingin satu-satunya seseorang yang dia sayang, meninggalkan dia juga. Bintang berinisiatif untuk mencari obat dari tanam-tanaman yang tumbuh di desa dia.  Namun pada saat dia mencari obat-obatan tersebut, dia melihat beberapa orang asing atau bisa dibilang sebagai orang-orang kota. Dia heran, mengapa bisa ada orang kota di tempat tinggal dia. Ternyata orang-orang kota tersebut sedang melakukan ekspedisi di daerah tersebut. Orang-orang kota tersebut ingin melihat kondisi kehidupan di daerah-daerah terpencil. Karena takut dengan orang kota itu, maka Bintang memutuskan untuk lari dan menjauh dari mereka.
            Di keesokan harinya, Bintang mencari obat-obatan lagi, namun ternyata dia bertemu dengan orang-orang kota itu lagi. Salah satu dari mereka memanggil Bintang, tapi entah mengapa Bintang masih saja takut dan pergi menjauh dari orang-orang tersebut. Bintang selalu mengingat kata-kata dari paman Bire bahwa dia tidak boleh seperti orang-orang kota, karena orang-orang kota itu jahat, orang kota itu egois dan orang kota tidak pernah peduli dengan alam. Maka dari itu, Bintang selalu lari apabila bertemu dengan mereka. Bintang tidak ingin kehidupan dia diusik oleh orang-orang kota tersebut. Namun pada saat dia lari, dia malah terjatuh dan menyebabkan beberapa luka pada tubuhnya. Dengan cepat, salah satu orang kota tersebut yang bernama Derto membantu Bintang. Pada saat itu, Bintang mulai ketakutan, dia takut kalau orang tersebut akan melukai dia. Namun ternyata dia salah, dia malah diobati oleh Derto. Disitu Bintang hanya diam tertegun melihat bantuan dari Derto.
-“ kamu tidak apa-apa kan dek? “
Bintang hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan dari Derto.
-“ kaki kamu terluka, sini biar kakak obatin dulu.”
Dia benar-benar heran dan mulai ragu dengan kata-kata dari paman Bire yang mengatakan kalau orang kota itu jahat. Disini dia tidak melihat hal itu. Malahan dia diberi makanan juga oleh Derto.
            Akhirnya terjadilah percakapan antara mereka berdua. Derto menanyakan tempat tinggal dan kehidupan Bintang. Dan Bintang pun menjawab semua pertanyaan dari Derto dengan wajah polos dan lugunya. Derto pun memutuskan untuk megantar Bintang pulang sampai kerumahnya, karena dia takut jika terjadi sesuatu lagi pada Bintang dengan keadaan yang seperti ini. Namun Bintang menolaknya, Bintang takut kalau Paman Bire marah kepadanya karena Bintang berani untuk melanggar kata-kata yang diucapkan paman Bire. Derto berkata pada BIntang, kalau dia menjamin jika pamannya tidak akan marah kepada Bintang. Dan akhirnya Bintang menurut dan percaya dengan kata-kata Derto. Sesampainya di depan rumah Bintang, Derto langsung diam tertegun. Dia terkejut melihat rumah Bintang yang seperti ini. Sebenarnya rumah Bintang tidak layak disebut sebagai tempat tinggal. Kondisinya benar-benar memprihatinkan dan apa adanya. Jauh dari kata layak. Bintang pun bertanya kepada Derto
“ Kenapa berhenti kak? Pasti karena rumah aku jelek ya? “
Derto menjawab dengan kata yang terbata-bata
-“enggg..enggak apa-apa kok Bintang,,ayo kita masuk saja..Kakak ingin bertemu dengan paman kamu”
“Tapi aku masih takut kak, kalau nantinya paman Bire akan marah kepadaku”
-“Percaya sama kakak, kalau Paman kamu ga akan marah
Akhirnya mereka masuk kedalam. Sesampainya didalam, Derto makin tersentak melihat keadaan rumah yang seperti ini. Namun dia mencoba menyembunyikan rasa mirisnya tersebut. Mereka berjalan menuju suatu ruangan dimana Paman Bire sedang terbaring karena sakit. Masuklah mereka ke ruangan itu, dan Bintang langsung menuju ke pamannya dan mengatakan kalau ada seseorang yang ingin bertemu dengan beliau. Pada saat paman Bire menengok ke arah Derto dan melihat penampilannya seperti orang kota, dan benar saja paman Bire langsung marah kepada Derto dan juga Bintang dan langsung menyuruh Derto pergi dari rumahnya. Dia tidak sudi menerima tamu dari kota. Dia masih kekeh pada pendiriannya kalau orang kota itu jahat. Namun Bintang mencoba menyakinkan pamannya, kalau Derto bukanlah orang kota yang seperti itu. Dia tidak jahat seperti apa yang diceritakan beliau. Namun paman Bire tidak peduli dan tidak mendengarkan hal itu. Dia tetap mengusir Derto. Akhirnya demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, Derto pun pergi dari rumah tersebut dan meminta maaf jika telah mengganggu waktu istirahat paman. Bintang pun mengantarkan Derto keluar rumah.
“Benar kan kak, paman ternyata marah “
-“ yasudahlah, mungkin paman kamu lagi butuh istirahat dan tidak ingin diganggu,makannya dia menolak kehadiran kakak. Besok kakak boleh ketemu kamu lagi ga?”
“ Ketemu? Buat apa kak?”
-“ iya, kakak ingin lebih kenal kamu lebih dekat saja, soalnya kakak juga punya adek seumuran kamu, dan kakak lagi kangen sama dia.gimana?”
“ehmm,aku ga tau ka. Aku masih takut kalau nanti paman akan marah lagi”

-“kita ga ketemuan dirumah kamu ko, ntar kamu ke tempat kakak aja.kamu masih ingat kan?
“ohh,iya kak,,aku ingat ko..aku usahain ya kak”

-“oke deh,kalau gitu kakak pergi dulu ya,,salam buat paman kamu ya”
“ iya kak, hati-hati dijalan” .......(cerita bersambung)
Di keesokan harinya, Bintang menepati janjinya untuk bertemu dengan Derto. Namun sebenarnya dia masih takut akan pamannya jika pamannya sampai mengetahui dirinya yang masih saja berhubungan dengan orang kota. Tapi dia memberanikan diri, karena dia sudah melihat sendiri bahwa mereka tidak seperti apa yang dikatakan oleh pamannya. Derto menyambut Bintang dengan hangat. Dia langsung bertanya kepada Bintang.

-“ Kamu udah makan belum, kalau belum makan dulu sana kakak ada sedikit makanan tapi Cuma makanan apa adanya. hehe”
“Aku udah makan ko ka. Kakak mau Tanya apa?”
            -“ Haduh, kamu jangan serius gitu dong..santai aja Bintang”
“hehehe,,maaf ka..lagian aku bingung ka,,ada orang kota yang mau bicara sama orang desa yang bau, kotor kayak aku begini”’
-“kok kamu bilang begitu sih,,kakak juga kotor dan bau kok..kamu ga boleh bilang gitu..kita semua kan sama”
“ hehe..iya ka..maaf”
-“kamu hanya tinggal sama paman Bire saja ya?memangnya orang tua kamu kemana?”
“ orang tuaku sudah meninggal semua kak, dan hanya paman Bire lah yang aku miliki saat ini”
-“Maaf maaf ya Bintang, kakak ga ada maksud seperti itu”
“iya kak, ga papa kok”

-“ oiya, emangnya kamu ga sekolah ya?”
Bintang hanya menundukkan kepala dan menjawab
“disini tidak ada sekolah ka”
-“Tapi andaikan disini ada sekolah, apa kamu mau sekolah?”
“itu pasti kak, aku ingin sekali sekolah, aku ingin menjadi orang pintar,,aku ingin mewujudkan cita-cita aku kak”
            -“Emang apa cita-cita kamu?”
“Aku ingin jadi guru dan aku ingin punya sekolah sendiri ka..aku ingin anak-anak yang tidak mampu masih bisa merasakan bengku sekolah,,aku pingin semua orang bisa pintar tapi mereka menggunakan kepintaran mereka untuk hal yang baik. Aku ga mau ada kebodohan lagi, aku tidak mau ada yang miskin di negeri yang kaya ini”
Derto terdiam mendengar jawaban dari Bintang. Dia benar-benar terkejut mendengar jawaban dari Bintang.
-“ Kalau gitu, kenapa kita ga membangun sekolah kita sendiri?”
Bintang hanya bingung mendengar kata-kata dari ka Derto
“ maksudnya ka?” Tanya Bintang dengan polosnya.
- “ iya kita bangun sekolah kita sendiri, entar kakak yang jadi gurunya. Gimana?”
“aku sih mau sekali kak, tapi apa iya bisa?”

-“pasti bisa kok, selagi kita mau berusaha pasti Tuhan akan memberikan jalan untuk kita”
Bintang hanya tersenyum melihat Derto. Antusiasnya untuk bisa sekolah sangat terlihat dari matanya.
-“nanti kita bikin tempat apa adanya saja, yang penting kita belajar disana. Nanti kamu ajak teman-teman kamu juga ya.”

“hehhe, iya kak..nanti aku akan ajak teman-teman aku yang lain juga”
Senyum Bintang benar-benar terkembang dari bibir mungilnya. Terlihat sekali kalau dia sangat senang mendengar hal itu.
Keesokan harinya Derto dan Bintang mulai mencari tempat untuk sekolah sederhananya itu. Memang cukup sulit untuk menemukan tempat yang layak untuk di jadikan tempat belajar, mengingat desa ini masih terhampar hutan dan sawah yang sangat luas. Sudah seharian mereka berputar-putar mengitari beberapa bagian desa ini untuk mencari tempat yang layak, namun masih belum ada satupun tempat yang didapat oleh mereka. Senja pun telah tiba dan mereka memutuskan untuk menyudahi pencarian ini. Dihari pertama mereka tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.



(Lalu apa yang terjadi di hari kedua? Dan hari hari selanjutnya? Tunggu kelanjutan ceritanya ya.) (cerita bersambung.....)